Nak, kalau pergi ke masjid atau mushola, tinggalkan yang jelek dan bawa pulang yang baik…
Pernah dapat nasihat seperti itu? Guru ngaji dan guru agama saya dulu sering banget mengulang nasehat tersebut. Apa yang salah dari nasehat itu? Ndak ada, sih… Sampai kemudian ada yang menyalahartikan makna yang tersirat di dalamnya š¦ .
Di kampus saya, ada sebuah mushola. Lumayan luas, sehingga bisa dipakai berjamaah sampai 5 shaf, walaupun baunya agak… Gimanaa gitu š¦ . Mushola ini juga terletak di lokasi yang dapat dikatakan bagus. Mudah diakses, dan dekat dengan kran air siap minum. Tempat wudhu-nya juga representatif lah…
Nah, beberapa hari yang lalu… Saya mendapat kesempatan untuk menemui fenomena penyalahartian nasehat di awal posting itu. Waktu itu lumayan banyak orang yang berjamaah. Semuanya berjalan seperti biasa, normal, tidak ada yang aneh… Waktu sholat pun begitu, biasa saja. Nah, pas waktu selesai sholat itu… Barulah ada masalah.
Sepatu saya, yang berwarna putih dan merupakan salah satu barang pertama yang dibeli menggunakan gaji saya sendiri, yang sangat saya sayangi, dan sudah menemani saya selama hampir 2 tahun itu… Tidak berada di tempatnya lagi. Hilang lenyap, bersama kaos kaki yang saya beli di Gasibu seharga 10 ribu untuk 3 potongnya š¦ . Keanehan berlanjut.. di anak tangga dekat mushola, ada sepasang sepatu yang walaupun sudah tua, namun kelihatan kalau dibuat dari bahan kulit yang baik (kekurangannya hanyalah, sepatu itu sudah tua… itu saja) lengkap dengan kaos kaki yang kelihatan kalau harganya lebih mahal dari kaos kaki saya.
Semua orang menyarankan agar saya memakai sepatu itu untuk sementara, sampai mendapatkan sepatu baru. Terpaksa deh, saya memakainya… untuk pulang, walaupun hati ini mengatakan ‘tidak’. Entah ada hubungannya dengan peristiwa ini atau tidak, malam harinya saya demam disertai batuk dan pusing plus sakit perut. Makanya selama beberapa hari ini saya ndak nge-blog.
Hari ini, saya sudah agak baikan… Sudah beli sepatu baru di pasar kaget depan ITB setiap hari Jumat, dan sekarang saya akan kembalikan sepatu tua beserta kaos kakinya itu ke tangga depan mushola. Sepatu itu bukan milik saya, jadi saya ndak berhak menyimpannya. Iya ‘kan?
Oh iya… sekedar peringatan. Kalau ke kampus saya, dan kebetulan sholat di mushola itu, harap berhati-hati. Kejadian ini bukan yang pertama. Salah satu teman saya (Yuri, namanya) kehilangan laptopnya dan teman yang lainnya lagi (Hendri, namanya) kehilangan sepatunya juga (hanya saja, dia tidak seberuntung saya yang mendapat ‘pinjaman’ sepatu) di mushola yang sama…
Saya jadi kepikiran… Oke, mungkin orang itu sekadar melaksanakan nasehat dari orang-orang bijak (tinggalkan yang jelek, bawa yang baik)… Tapi, apa dia ndak mikir ya? Apa yang telah dia lakukan akan membuat orang jadi males datang ke mushola itu. Kalaupun datang, orang akan meninggalkan sholat berjamaah karena harus bergiliran menjaga barang-barang. Plus, sholat juga ndak bakalan khusuk karena khawatir barangnya hilang. Selain itu, apa orang itu ndak takut kalau pas suatu saat nanti dia apes kemudian tertangkap basah dan kemudian dihajar rame-rame ya? Teman saya, Yuri sudah mengembangkan teknik pukulan baru yang akan digunakan jika dia berhasil menemui orang yang sudah mengusik ketenangan umum itu. Yah, moga saja waktu jurus itu dilepas ndak sampai menimbulkan efek yang berlebihan (samudera mengering, langit runtuh, bumi terbelah… š ).
Yah, semoga kejadian ini adalah yang terakhir di mushola itu… Amin.