Arsip untuk Mei, 2008

akhir juni…

Posted: 25 Mei 2008 in Uncategorized

“Akhir Juni, tim kalian HARUS sudah siap untuk sidang!!!” begitu kata beliau.

@_@

Baik, Pak… Siap! Insya Allah kami mampu melakukannya.

SEMANGAT!!!

*serius*

selamat pagi, pak…

Posted: 22 Mei 2008 in pendidikan, renungan

“Selamat pagi, Pak…” sapa seorang anak muda. Sapaan itu ditujukan pada Pak Wagiyono, salah satu rekan saya dalam menempuh kursus bahasa di Jakarta sini, pada saat kami sedang berjalan santai menuju Goethe Institut bersama beberapa rekan lain. Pak Wagiyono ini adalah seorang guru dari Sukabumi…

Sempat bingung dan mencoba mengingat-ingat, akhirnya beliau mengenali bahwa anak muda itu adalah salah satu alumni dari sekolah tempat beliau mengabdi. Senyum Pak Wagiyono pun mengembang, saat anak muda itu mencium takzim punggung tangannya. Senyum bangga. Apalagi saat anak itu bercerita tentang dirinya saat ini. Sayang mereka tak dapat berlama-lama bertukar obrolan karena kami harus segera mencapai Goethe Institut.

Sepanjang perjalanan itu, tak habis-habisnya Pak Wagiyono bercerita tentang muridnya yang satu itu, dengan penuh kebanggaan. Tanpa diminta lho… Dan dengan penuh keceriaan serta semangat tinggi. Kondisi itu berlanjut terus sampai sore hari, waktu saya bertemu lagi dengan beliau di warung Mbak Atun (kami beda kelas, jadi tidak terus-terusan bersama).

Tak bisa tidak, saya jadi tersenyum sendiri (tentu saja, tidak ditampakkan… takut salah dipahami oleh cewek cakep yang makan di meja sebelah :mrgreen: ). Betapa sebuah sapaan sederhana dari seorang murid yang telah lulus sekian tahun yang lalu dapat menjadi obat penambah semangat bagi seorang guru untuk menjalani hari-harinya. Sapaan pendek itu, yang terdiri dari 3 kata, diikuti dengan tindakan fisik mencium tangan, mampu mengubah sebuah hari yang rutin menjadi sebuah hari yang sangat indah sekali (sebenarnya, kalau saya menulis hiperbol begini, pasti bakal dimarahi oleh guru-guru Bahasa Indonesia saya… tapi, sesekali dak pa-pa deh 😀 ).

Rasa bangga yang terpancar dari sosok Pak Wagiyono saat kami melanjutkan perjalanan menyusuri jalanan Jakarta membuat saya jadi membayangkan. Gimana ya, waktu saya nanti sudah seusia beliau dan kemudian bertemu dengan salah satu murid saya… *menerawang ke masa depan*

Ketemunya itu di sebuah seminar bertaraf Internasional, dimana saya dan dia sama-sama menjadi pembicara 😀 , atau di sebuah bandara saat kami sama-sama hendak boarding 🙂 , atau di jalan saat mobil yang kami kendarai berpapasan 🙄 , atau di sebuah rumah makan saat saya dan ibunya anak-anak sedang candle light dinner :mrgreen:

Oke, cukup menerawangnya 😆

Melihat pertemuan Pak Wagiyono dengan salah satu anak muridnya itu, saya jadi nggak habis pikir. Kenapa para pemimpin Indonesia itu banyak yang tidak peduli dengan pendidikan ya??? 😐 . Banyak sekali kan, kasus yang menunjukkan ketidakpedulian ini. Contoh paling heboh adalah kasus pelecehan seorang guru oleh seorang kepala daerah beberapa tahun yang lalu (yang di Kampar itu, lho…), yang kemudian berujung pada demo besar-besaran.

Atau… setengah hatinya pemerintah dalam usaha meningkatkan kesejahteraan para guru. Pernah saya mendapati seorang staf di kantor daerah, yang tidak mengetahui bahwa saya seorang guru, menyuarakan protes (tidak dalam sebuah forum resmi, sih) karena merasa bahwa gaji (gaji lho ya 😉 ) yang diterimanya setiap bulan itu lebih kecil daripada gaji para guru. Jadi, dia iri gitu lah…

Cuma guru aja…

Begitu salah satu bagian dari ucapannya, yang sempat menyulut emosi yang, untungnya, dapat tersalur secara elegan (mengenang dengan penuh rasa puas :mrgreen: ). Bayangkan. Cuma guru… 👿

Dan, sekian bukti ketidakpedulian lainnya. Padahal, waktu ketemuan langsung, mereka (para pemimpin) itu terlihat begitu takzim mencium tangan guru-gurunya.

Kenapa ya? Apakah karena kesalahan kami, para guru, dalam mendidik sehingga mereka itu jadi ingin balas dendam? Mungkinkah? Kalau iya, berarti harus ada perubahan dalam metoda mendidik dong… Tapi, yang bagaimana ya?? 🙄

Wah, sudah subuh. Stop dulu ah… Lanjut lain kali saja.

SEMANGAT!!!

ps:

Ah… Saya jadi teringat pada guru-guru saya sendiri. Sudah lama sekali saya ndak sowan ke rumah mereka. Maafkan saya ya, Pak… Maafkan saya, Bu… Mohon doanya ya… m(_ _)m

hmm…

Posted: 21 Mei 2008 in iseng

Sedang mikir… Enaknya gimana ya??? Ada yang punya saran???

Dipukul sampai klepek-klepek tidak sadarkan diri, habis itu dipotong kecil-kecil lalu dibakar di atas api unggun…

Diiris dulu lehernya sampai mati, kemudian ditusuk lalu ditaruh di atas api. Diasapi gitu lah…

Atau cukup digoreng pakai minyak panas sampai kering ya?

🙄

:mrgreen:

will you…

Posted: 17 Mei 2008 in narsis, serius

Meine Liebe,

Will you accept me? If you say yes, then you’ll have to accept my family too… And, in return, I will make you and your family part of my life, my precious ones…

Will you share my dreams and accompany me, supporting me, so I can fulfill those dreams? In return, I will make your dreams to be mine and I will use everything I have to make sure they are fulfilled…

I am not very good to speak in romantic language, but I can guarantee that I will always love you…

So, what will you say???

sulit sekali tuh…

Posted: 17 Mei 2008 in renungan

 

Sebenarnya, saya ingin membuat tulisan tentang kondisi bangsa ini pada saat menyambut seabad kebangkitan nasional. Namun, baru beberapa kalimat, saya tidak sanggup meneruskannya. Hasilnya malah jadi marah campur sedih. Rencana penjualan BUMN-BUMN strategis yang menyangkut hajat hidup orang banyak (yang, isunya, hasilnya bakal digunakan untuk dana kampanye), rencana kenaikan harga BBM, rekor penghancuran areal hutan tercepat di dunia, kacaunya pelaksanaan UN, gagalnya tim Thomas Cup melaju ke final, dan banyak lagi hal lain yang bikin mangkel nan jengkel.

Apalagi waktu draft tulisan yang saya buat itu mulai membahas tentang orang-orangnya. Wih, rasanya itu… Rasanya, mau meledak nih kepala… 👿

Karena itu, saya membahas tentang hal lain saja deh…

Err… Sori, bukan membahas sesuatu. Tapi, menanyakan sesuatu… Kenapa kok saya itu sulit sekali untuk membuka hati kepada orang lain ya? 🙄 😦

Juga untuk menghilangkan prasangka-prasangka yang begitu mudah bermunculan.

Juga untuk mengucapkan (dan mendengarkan) kata Liebe, Pyaar, Love, Tresna, Cinta

Juga untuk memahami orang-orang yang memiliki latar belakang berbeda.

Juga untuk menerima dengan lapang dada semua yang terjadi.

Dan untuk berpuas diri dengan apa yang telah saya peroleh.

Suliiit banget.

   

Hanya foto-foto ini dah cukup kan??? 😀

Foto pertama itu adalah pemandangan dari Gambir waktu menunggu kereta berangkat, sekitar jam 5-an. Sementara, foto kedua sampai terakhir adalah foto-foto An-Nahl, playgroup yang ditempatkan di rumah keluarga besar.

Sebenarnya, foto yang pertama (yang di Monas) itu tidak diambil pas waktu saya berangkat pulang ke Situbondo, namun beberapa hari setelahnya, waktu saya menunggu kereta untuk balik ke Bandung, tapi kondisinya mirip. Makanya tak masukkan. Dak pa-pa, kan??? 😎

Oke. Tak cerita sedikit tentang An-Nahl.

Dia itu adalah sebuah Tempat Bermain dan Taman Bacaan Masyarakat (TB & TBM). Sebuah impian yang sudah lama terpendam, dan baru dapat diwujudkan sekarang. Ijin sudah keluar, dan sudah ada 23 anak yang rutin datang setiap hari Senin sampai Jumat. Gurunya ada 3 orang, dan fasilitas yang tersedia itu sementara ini baru perpustakaan (isinya buku-buku dari jaman saya kecil dulu 😀 plus beberapa buku anak baru) dan tempat bermain. Tentu saja tersedia juga ruang untuk belajar (sementara masih menyatu di perpus, namun beda area). Yah, semuanya masih ada dalam tahap perkembangan. Pelan-pelan, karena pakai dana pribadi…

Anak-anak itu ditarik dana 3000 rupiah/bulan. Sebenarnya, saya ingin gratis sepenuhnya, tapi kata Bunda kalau digratiskan total, mereka tidak akan menganggap serius kegiatan di An-Nahl. Pengelolaan dana tersebut diserahkan sepenuhnya kepada Mbak Iin dan Mbak Wati untuk honor mereka sendiri. Untuk Mbak Suci, pengurusan honor-nya dibedakan.

Pemilihan nama An-Nahl itu juga setelah melewati diskusi dan perenungan yang panjang. Ada beberapa alasan. Yang pertama, karena nama Kakek Buyut saya, yang pertama kali mendiami rumah tersebut (yang membabat alas daerah tempat tinggal saya itu), bernama Nahla. Jadi, diharapkan agar TB & TBM tersebut dapat diterima dan memperoleh dukungan seluruh anggota keluarga besar. Sekalian menjadi memento Kakek Buyut saya itu 🙂

Yang kedua, mengambil dari Al Qur’an Surat An-Nahl, yang berarti lebah. Dengan menyandang nama An-Nahl, diharapkan bahwa anak-anak yang aktif di situ akan menjadi lebah-lebah yang gemar bekerja keras dan memberikan madu yang manis kepada masyarakat. Amin. Itu doa yang diucapkan waktu syukuran awal…

Seperti yang disampaikan di bagian 1 kemarin… An-Nahl ini adalah bagian dari salah satu impian besar saya, Raudah. Mohon doanya agar semua berjalan lancar… m(_ _)m

Nah, itu saja. Foto lainnya, saya masih bingung harus ditaruh di mana. Kalau ditempatkan di blog ini, nanti orang yang mau buka blog-nya kelimpungan… Di friendster, terbatas… Di Panoramio, loading-nya lama… Enaknya di mana ya? Ada yang bisa bantu? 🙂

ps:

Kalau ada yang mau nyumbang buku anak, dengan senang hati dan penuh rasa terima kasih, kami akan menerimanya… :mrgreen:

sibuk…

Posted: 14 Mei 2008 in iseng

Maaf, belum bisa memenuhi janji untuk menunjukkan foto-foto hasil pulang kemaren… m(_ _)m

*kembali berkutat dengan berbagai macam e-books dan berbagai tugas yang *terhutang*

Akhirnya, kemarin itu hanya dapat jalan-jalan tidak jelas saja. Ada hikmahnya juga sih, saya jadi dapat pulang kampung untuk melihat perkembangan kondisi di rumah, melepas kerinduan pada keluarga, menemani anak-anak saya yang sedang menjalani ujian praktek, dan men-charge semangat serta energi untuk bekal mengerjakan tesis.

Oke. Kemarin itu, ceritanya nih, prosesi pengucapan sumpah jabatan yang harus saya jalani itu, diundur sampai dua kali. Rencana awalnya, adalah tanggal 29 April. Untungnya, sebelum sempat beli tiket pesawat, ada telepon memberitahukan bahwa acaranya diundur ke tanggal 5 Mei. Padahal saya sudah kadung pamit pada kawan-kawan di Bandung. Ya sudah, jalan-jalan di Jakarta :mrgreen:

Kemudian, hari Jumat sore, tanggal 2 Mei, saya pun berangkat pulang naik Gajayana, menuju Malang untuk kemudian dilanjutkan kembali dengan bus ke kota tempat saya dibesarkan, Situbondo.

Dan, akhirnya saya pun dapat melihat secara langsung sisa-sisa efek banjir yang melanda kota beberapa waktu yang lalu. Juga dapat melihat langsung hasil renovasi rumah leluhur besar-besaran yang kemudian diperuntukkan sebagai lokasi tempat bermain dan taman bacaan masyarakat. Alhamdulillah, langkah pertama untuk mewujudkan Raudah telah mulai dirintis (foto-foto menyusul). Mohon doanya, agar jalannya lancar dan mampu mencapai sasaran.

Saya juga bisa ketemu dengan ponakan saya yang lucu itu. Juga bermain dengan kucing-kucing generasi kelima, Yellow yang mirip Dodo (kucing generasi pertama), Pusi yang sakit-sakitan gara-gara gak kuat nyandang nama (awalnya, dikasih nama Grey :mrgreen: ), dan San-san yang kecil nan imut.

Oke… Balik ke cerita tentang pengucapan sumpah. Tanggal 5 pagi, dengan seragam Korpri lengkap (padahal, yang lain itu pada pakai seragam khaki), saya tiba di kantor Pemkab. Langsung naik ke lantai 2, dan disambut oleh petugas kebersihan yang sedang duduk santai di depan ruangan. Waktu bertanya, saya diminta bertanya ke BKD. Sampai di BKD, disuruh tanya ke Ruangan Komputer. Di Ruang Komputer itu, barulah diberitahu bahwa acara hari itu dibatalkan sampai batas waktu yang belum ditentukan 👿

Bayangkan… DIbatalkan, begitu saja. Tanpa ada pemberitahuan ke instansi tempat saya bernaung (SMK). Jadi bertanya-tanya. Pengucapan sumpah ini acara resmi apa bukan, sih? Kok bisa seenaknya saja dibatalkan seperti itu? Alasan pembatalannya juga dak jelas… 👿

Ah, tapi ya… Dari dulu, birokrasi di negara ini kan memang begitu ya?

Sudah malem nih… Tidur dulu ah…

to be continue…